Kenapa milenial bisa menjadi “pembunuh berdarah dingin” bagi begitu banyak produk dan layanan? Karena perilaku dan preferensi mereka berubah begitu drastis sehingga produk dan layanan tersebut menjadi tidak relevan lagi, alias punah ditelan zaman.
...[1] Pasar properti beberapa tahun terakhir seperti diam di tempat. Alih-alih semua pelaku berharap ini hanya siklus “bullish-bearish” biasa yang nanti akan naik dengan sendirinya, saya curiga ini adalah kondisi “bearish berkelanjutan” sebagai dampak terbentuknya “new normal” perekonomian kita yang melesu dalam jangka panjang.
Mungkin biangnya bisa berasal dari pergeseran perilaku dan preferensi milenial. Beberapa kemungkinannya: Milenial mulai menunda nikah, menunda punya rumah, dan menunda punya anak. Belum lagi minimalist lifestyle yang kini banyak diadopsi milenial mendorong mereka memilih rumah ukuran mini.
...[2] Program KB yang sukses membuat late Baby Boomers dan Gen-X membentuk keluarga kecil dengan dua anak. Dengan jumlah anggota keluarga yang kecil, maka anak-anak mereka (milenial) cenderung menempati rumah orang tua dan sharing dengan sesama saudara. So, tak perlu beli rumah baru lagi. Ini yang menjadi biang kenapa market size properti cenderung mandek.
...[3] Tak hanya itu, tempat kerja pun nantinya pelan tapi pasti bisa “dibunuh” oleh milenial. Bagi Baby Boomers dan Gen-X bekerja rutin tiap hari masuk kantor dari jam 8 pagi sampai 5 sore (“8-to-5”) adalah sesuatu yang lumrah. Namun tak demikian halnya dengan milenial.
Milenial mulai menuntut fleksibilitas dalam bekerja. Bekerja di manapun dan kapanpun bisa asal kinerja yang dikehendaki tetap tercapai. Kini mereka mulai menuntut pola kerja: “remote working”, “flexible working schedule”, atau “flexi job”. Survei Deloitte menunjukkan, 92% milenial menempatkan fleksibilitas kerja sebagai prioritas utama.
Tren ke arah “freelancer”, “digital nomad” atau “gig economy” kini kian menguat. Kerja bisa berpindah-pindah: tiga bulan di Ubud, empat bulan di Raja Ampat, tiga bulan berikutnya lagi di Chiang May. Istilah kerennya: workcation (kerja sambil liburan).
Apa dampak dari millennial shifting tersebut terhadap kantor-kantor yang masih menerapkan working style ala Baby Boomers dan Gen-X? So pasti kantor-kantor jadul itu akan ditinggalkan angkatan kerja yang nantinya bakal didominasi milenial. Kantor itu akan punah dan melapuk.
#coworkingspace #milenial
Sumber tulisan:
E=wMC2 | Marketing Becomes Horizontal — yuswohady.com
...[1] Pasar properti beberapa tahun terakhir seperti diam di tempat. Alih-alih semua pelaku berharap ini hanya siklus “bullish-bearish” biasa yang nanti akan naik dengan sendirinya, saya curiga ini adalah kondisi “bearish berkelanjutan” sebagai dampak terbentuknya “new normal” perekonomian kita yang melesu dalam jangka panjang.
Mungkin biangnya bisa berasal dari pergeseran perilaku dan preferensi milenial. Beberapa kemungkinannya: Milenial mulai menunda nikah, menunda punya rumah, dan menunda punya anak. Belum lagi minimalist lifestyle yang kini banyak diadopsi milenial mendorong mereka memilih rumah ukuran mini.
...[2] Program KB yang sukses membuat late Baby Boomers dan Gen-X membentuk keluarga kecil dengan dua anak. Dengan jumlah anggota keluarga yang kecil, maka anak-anak mereka (milenial) cenderung menempati rumah orang tua dan sharing dengan sesama saudara. So, tak perlu beli rumah baru lagi. Ini yang menjadi biang kenapa market size properti cenderung mandek.
...[3] Tak hanya itu, tempat kerja pun nantinya pelan tapi pasti bisa “dibunuh” oleh milenial. Bagi Baby Boomers dan Gen-X bekerja rutin tiap hari masuk kantor dari jam 8 pagi sampai 5 sore (“8-to-5”) adalah sesuatu yang lumrah. Namun tak demikian halnya dengan milenial.
Milenial mulai menuntut fleksibilitas dalam bekerja. Bekerja di manapun dan kapanpun bisa asal kinerja yang dikehendaki tetap tercapai. Kini mereka mulai menuntut pola kerja: “remote working”, “flexible working schedule”, atau “flexi job”. Survei Deloitte menunjukkan, 92% milenial menempatkan fleksibilitas kerja sebagai prioritas utama.
Tren ke arah “freelancer”, “digital nomad” atau “gig economy” kini kian menguat. Kerja bisa berpindah-pindah: tiga bulan di Ubud, empat bulan di Raja Ampat, tiga bulan berikutnya lagi di Chiang May. Istilah kerennya: workcation (kerja sambil liburan).
Apa dampak dari millennial shifting tersebut terhadap kantor-kantor yang masih menerapkan working style ala Baby Boomers dan Gen-X? So pasti kantor-kantor jadul itu akan ditinggalkan angkatan kerja yang nantinya bakal didominasi milenial. Kantor itu akan punah dan melapuk.
#coworkingspace #milenial
Sumber tulisan:
E=wMC2 | Marketing Becomes Horizontal — yuswohady.com