Gara-Gara Film Garin Nugroho, kok bisa serame itu tuh bioskop XXI, emang siapa sih Soegija?

Gara-Gara Film Garin Nugroho, kok bisa serame itu tuh bioskop XXI, emang siapa sih Soegija?

Pada hari Kamis pagi kemarin tanggal 07 Juni 2012, nonton bareng seluruh
siswa/siswi Sekolah Santo Yakobus yang berjumlah 1.180 siswa/siswi/guru-guru
akan berkumpul dilapangan sekolah secara meriah pukul 07.00 WIB dengan
memakai seragam sekolah lalu secara beramai-ramai dan dalam rombongan besar
akan berkonvoi berjalan kaki (mulai jalan dari sekolah menuju ke Bioskop
'XXI' Mal Kelapa Gading jam : 08.00 WIB) untuk menonton 'Film Soegija'
(kalau dilihat dari udara pasti cakep nih jalan konvoi 1.180 siswa/siswi
Sekolah Santo Yakobus ini menuju Bioskop 'XXI) !! Jam tayang 09.00 - 11.00
WIB.
Seluruh siswa/siswi dan para guru-guru nonton gratis kali ini karena ada
satu orang 'Boss' atau 'Cukong' (salah-satu orang-tua murid juga) yang
mentraktir atau membayarin seluruh total 1.180 siswa/siswi tersebut x Rp
35.000,oo per-kepala = Rp 41.300.000,oo (Boss ini anggap nyumbang deh
cerita-nya atau amal-lah gitu) padahal rencana awal-awal seluruh siswa akan
disuruh bayar masing-masing per-orang lho .... akhir-nya seluruh siswa malah
bisa nonton gratis karena ada 'Boss Besar' dibelakang layar. FYI :                                         
Memang kelihatannya ticket di XXI/21 utk tg 7-10 Juni sudah sold out baik di MKG,
MAG maupun La Piazza (tambahan studio).

Jadi kalau ada yang ingin nonton sebaiknya ke Blitz MOI (7-10 Juni), atau di XXI tgl 11-13 Juni.
DI MAG ada 2 bioskop khusus Jam 19.15 (tambahan)
Terima kasih untuk dukungannya. Semoga dapat menghayati dan meneladan nilai2 Mgr. Soegija (baca: Sugiyo).
Selamat menonton dan menurut info terakhir target sdh terlampaui shg pertunjukan film akan diperpanjang hingga 17 Juni 2012.
***
Film Sogija bukan soal Film agama, ini soal perjuangan para pribumi untuk membela bangsa.
sutradara Garin Nugroho mendasarkan film narasi yang dibuatnya dari tulisan Romo Soegija yang akhirnya bagus untuk diangkat. Garin Nugroho buang uang gila-gilaan untuk menggarap film ini secara sempurna. Film Narasi Soegija ini seperti potongan-potongan film dimana setiap bagiannya mengandung kata-kata bijak. sekali lagi film ini bukan soal film agama tetapi sebuah gerakan untuk mendorong kemerdekaan Indonesia. kalau masih belum percaya baca komentar Garin Nugroho di www.21cineplex.com. Tokoh Soegijo adalah tokoh yang terbuka dengan segala tokoh dan digambarkan dia memiliki jaringan yang kuat...setelah menonton film ini, selaku penggemar film, saya mengambil beberapa pesan:
a. Garin Nugroho berhasil memilih tokoh-tokoh yang memiliki wajah seperti tempo dulu. semua setting dan tokoh didasarkan pada foto asli jaman dulu. cerita ini dibuat didasarkan pula foto jaman penjajahan.maka mengenal sejarah itu indah banget! lebih kagetnya lagi, wajah almarhum romo Soegijo hampir sama persis dengan wajah aktris Norman Dewanto. kalau gak percaya anda pergi wisata ke katedral jakarta. disana dipampang foto besar Romo Soegijo.
b.Dulu aku mantan seorang calon romo yang sedang belajar filsafat. Jika anda sedang melihat romo Soegijo disana, seperti itulah aku dulu..tapi kalau dia petinggi, kalau aku hanya kroco nya.... jika anda melihat tokoh romo Soegijo sering memakai baju putih, aku dulu demikian. walaupun aku sudah tidak jadi calon imam lagi, pada saat nonton film Soegija, aku seakan terbawa kembali pada situasi ku dulu sebagai calon imam. bagaimana seorang imam harus melayani umatnya? bagaimana seorang romo harus berjuang walaupun tidak memiliki apapun. Didalam film ini, konteks jaman penjajahan diangkat kembali, saat itu aturan bagi seorang imam dan suster sangat keras, kemanapun mereka pergi harus mengenakan baju pelayanan mereka berwarna putih. jadi itu sekaligus menjadi baju selibat mereka. "baju" konsekuensi mereka untuk tidak menikah dan hal itu berlangsung hingga sekarang, walaupun tidak seekstrim jaman dulu.
c.Jaman dulu para tokoh-tokoh Indonesia saling memiliki channel yang luar biasa dan menguasai banyak bahasa, mereka orang orang pintar. oh iya, dulu media satu-satunya untuk mengetahui situasi dunia luar adalah Radio transistor, apa mungkin merk panasonic saat itu? tetapi disana digambarkan bahwa "Radio adalah nyawa saya"....
d.Situasi kemarahan, caci maki, olok-olokan begitu kentara walaupun tidak vulgar karena bahasa yang digunakan tetap berada dalam konteks pada jamannya. lihat ketegasan Romo Soegijo saat gerejanya dimintai laksamana jepang untuk dijadikan markas besar, lihat ejekan anak-anak Jawa dan orang jawa sendiri ketika kesal tentang kehadiran orang Belanda, lihat bagaimana orang pribumi memiliki KTP dalam bentuk kertas berbahasa Belanda, lihat bagaimana situasi jaman itu semua berperang dominan dengan bambu runcing...dalam catatan Romo Soegijo dengan bijak ditulis bahwa jaman itu semua unsur berpadu "ada fatalisme,....chauvinisme dan last but not least, egoisme...."
e. Terakhir tapi bukan yang paling akhir, pesan film ini begitu tajam, khususnya ketika Romo Soegijo mengatakan bahwa sekarang indonesia sudah merdeka, lalu harus berbuat apa? Menata Indonesia. menata dan mengelola Indonesia tidaklah mudah...
Selamat menonton.
Salam manis,
Petrus Hepi

Post a Comment

0 Comments