BAB IV: Pembahasan Hasil Penelitian

BAB IV: Pembahasan Hasil Penelitian

BAB IV

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

 

Statistik Deskriptif

 

Mengenai variabel-variabel yang diteliti, diketahui bahwa terdapat 9 variabel penelitian (Confidence Benefit, Special Treatment Benefit, Social Benefit, Information Benefit, Sharing Benefit, Functional Quality, Technical Quality, Relationship Quality, Word of Mouth) yang dapat dilihat di Tabel 4 sebagai berikut:

 

Tabel 4

Statistik Deskriptif Variabel Penelitian

 

Variabel

N

Minimum

Maximum

Mean

Std. Deviation

Confidence Benefit

200

2.25

5.00

3.8950

0.48428

Special Treatment Benefit

200

2.00

5.00

3.2800

0.64143

Social Benefit

200

2.00

4.00

3.0438

0.50278

Information Benefit

200

2.00

5.00

3.7250

0.64056

Sharing Benefit

200

2.00

4.00

3.0050

0.52676

Functional Quality

200

2.33

4.33

3.6867

0.34750

Technical Quality

200

2.00

4.67

3.4300

0.49180

Relationship Quality

200

2.00

4.00

3.7517

0.35991

Word of Mouth

200

2.00

5.00

3.9567

0.51695

 

 

Berdasarkan Tabel 4, Confidence Benefit diperoleh dari nilai rata-rata variabel (mean) sebesar 3.8950 dengan nilai minimal 2.25, maksimal 5.00 dan standar deviasi 0.48428. Berdasarkan hasil item indikatornya (Tabel 2), sebagian besar para konsumen merasakan sikap pelayanan yang benar dari para karyawan toko untuk membantu kecemasan konsumen menjadi berkurang. Sebagian besar para konsumen pun tahu apa yang sedang dicarinya ketika sampai di toko.

 

 Berdasarkan Tabel 4, Special Treatment Benefit diperoleh dari nilai rata-rata variabel (mean) sebesar 3.2800 dengan nilai minimal 2.00, maksimal 5.00 dan standar deviasi 0.64143. Berdasarkan hasil item indikatornya (Tabel 2), sebagian besar para konsumen cenderung kurang menerima pelayanan yang istimewa dan belum mendapatkan prioritas pelayanan yang baik dan cepat.

 

 Berdasarkan Tabel 4, Social Benefit diperoleh dari nilai rata-rata variabel (mean) sebesar 3.0438 dengan nilai minimal 2.00, maksimal 4.00 dan standar deviasi 0.50278. Berdasarkan hasil item indikatornya (Tabel 2), sebagian besar dari mereka cukup dikenal oleh beberapa karyawan di toko, tertarik untuk membina relasi dengan para salesperson di toko dan mencoba saling mengenal nama.

 

Berdasarkan Tabel 4, Information Benefit diperoleh dari nilai rata-rata variabel (mean) sebesar 3.7250 dengan nilai minimal 2.00, maksimal 5.00 dan standar deviasi 0.64056. Berdasarkan hasil item indikatornya (Tabel 2), para konsumen merasa cukup mendapatkan informasi baru dari para sales person di toko sebelum akhirnya memutuskan untuk membeli barang yang ada di toko.

 

Berdasarkan Tabel 4, Sharing Benefit diperoleh dari nilai rata-rata variabel (mean) sebesar 3.0050 dengan nilai minimal 2.00, maksimal 4.00 dan standar deviasi 0.52676. Berdasarkan hasil item indikatornya (Tabel 2), para konsumen cukup bisa bercerita kepada sales person di toko ketika mengalami keraguan untuk membeli. Selain itu, mereka cukup juga mendapatkan pujian dari sales person toko setelah membagi pengalaman intelektual mereka.

 

Berdasarkan Tabel 4, Functional Quality diperoleh dari nilai rata-rata variabel (mean) sebesar 3.6867 dengan nilai minimal 2.33, maksimal 4.33 dan standar deviasi 0.34750. Berdasarkan hasil item indikatornya (Tabel 2), para konsumen merasakan penyampaian pelayanan dengan sikap sopan santun dan ramah yang cukup.

 

Berdasarkan Tabel 4, Technical Quality diperoleh dari nilai rata-rata variabel (mean) sebesar 3.4300 dengan nilai minimal 2.00, maksimal 4.67 dan standar deviasi 0.49180. Berdasarkan hasil item indikatornya (Tabel 2), para konsumen merasakan bahwa para karyawan memiliki pengetahuan yang cukup dalam membantu berbagai pertanyaan yang disampaikan konsumen. Dengan pengetahuan yang mereka miliki, para konsumen cukup terbantu.

 

Berdasarkan Tabel 4, Relationship Quality diperoleh dari nilai rata-rata variabel (mean) sebesar 3.7517 dengan nilai minimal 2.00, maksimal 4.00 dan standar deviasi 0.35991. Berdasarkan hasil item indikatornya (Tabel 2), para konsumen sebagian besar setuju bahwa para karyawan di toko dapat dipercaya dan memiliki perasaan yang positif terhadap pelayanan karyawan.

 

Berdasarkan Tabel 4, Word of Mouth diperoleh dari nilai rata-rata variabel (mean) sebesar 3.9567 dengan nilai minimal 2.00, maksimal 5.00 dan standar deviasi 0.51695. Berdasarkan hasil item indikatornya (Tabel 2), Para konsumen sebagian besar setuju bahwa mereka akan memberitahu hal yang positif tentang keunggulan toko kepada orang lain.  Sebagian besar dari mereka juga setuju untuk menceritakan hal yang positif tentang berbagai manfaat yang diperoleh di toko dan direkomendasikan pula kepada sahabat, keluarga maupun orang lain.

 

Analisa Hasil dan Interpretasi

 

Pengujian terhadap dua buah hipotesa yang diajukan, dilakukan menggunakan metode Structural Equation Modeling dengan bantuan software Amos 20. Pengambilan keputusan uji hipotesa adalah dengan membandingkan besarnya p-value dengan level signifikan sebesar 5% (alpha 0,05):

Jika p-value < 0.05, maka hipotesis nol (Ho) tidak didukung, hipotesis awal (Ha) diterima. Hal ini menyatakan bahwa terdapat pengaruh antar variabel sebesar tingkat probabilitas p-value nya.

Jika p-value > 0.05, maka hipotesis nol (Ho) didukung, hipotesis awal (Ha) tidak didukung. Hal ini menyatakan bahwa tidak terdapat sama sekali pengaruh antar variabel.

 

 

Tabel 5

Hasil Estimasi Model Regresi dengan SEM (Hasil Gambar 2)

 

Hipotesis

Std.

Estimate

P-value

Kesimpulan

H1

Confidence Benefit    à    Functional Quality

0.321

0,000

Didukung

H2

Special Treatment Benefit   à   Functional Quality

0.255

0,000

Didukung

H3

Social Benefit   ­à   Functional Quality

-0.051

0,392

Tidak didukung

H4

Information Benefit   à    Functional Quality

0.086

0,158

Tidak didukung

H5

Sharing Benefit   à    Functional Quality

0.319

0,000

Didukung

H6

Confidence Benefit   à    Technical Quality

0.243

0,000

Didukung

 

H7

Special Treatment Benefit   à    Technical Quality

0.377

0,000

Didukung

H8

Social Benefit   à    Technical Quality

0.012

0,862

Tidak didukung

H9

Information Benefit   à    Technical Quality

0.050

0,474

Tidak didukung

H10

Sharing Benefit   à    Technical Quality

-0.039

0,594

Tidak didukung

H11

Confidence Benefit   à    Relationship Quality

0.281

0,000

Didukung

H12

Special Treatment Benefit à  Relationship Quality

0.118

0,093

Tidak didukung

H13

Social Benefit    à   Relationship Quality

-0.013

0,844

Tidak didukung

H14

Information Benefit   à   Relationship Quality

0.120

0,083

Tidak didukung

H15

Sharing Benefit   à   Relationship Quality

0.260

0,000

Didukung

H16

Functional Quality   à   Word Of Mouth

0.382

0,000

Didukung

H17

Technical Quality   à   Word Of Mouth

0.196

0,002

Didukung

H18

Relationship Quality    à   Word Of Mouth

0.137

0,032

Didukung

 

 

 

 

 

Hipotesis #1                        

Hipotesa pertama menguji pengaruh variabel Confidence Benefit terhadap Functional Quality.  Hipotesis null (Ho) dan hipotesis alternatifnya (Ha) disusun sebagai berikut:

Ho1: Confidence Benefit tidak berpengaruh pada Functional Quality

Ha1: Confidence Benefit berpengaruh pada Functional Quality

Berdasarkan p-value (tabel 5), variabel Confidence Benefit mempengaruhi variabel Functional Quality sebesar 0.321 (p-value 0.000). Maka, Ho1 tidak didukung dan Ha1 didukung.

 

Hasil penelitian berdasarkan hipotesis satu dalam penelitian ini menyatakan bahwa variabel Confidence Benefit berpengaruh terhadap Functional Quality. Manfaat Confidence Benefit dalam menciptakan rasa aman, menambah kepercayaan diri dan mengurangi keputusan yang salah pada diri konsumen berdampak terhadap Functional Quality sebagai tingkat kualitas perilaku sales person dalam menanamkan kepercayaan pada konsumen dan bersikap ramah (Eisingerich, 2008).

 

Hal ini sejalan dengan hasil hipotesis sebelumnya yang dilakukan oleh Gwinner et al., Martin-Consuegra et al., dan Sandy et al. (2011) yang menyatakan bahwa Confidence Benefit mempengaruhi secara signifikan terhadap persepsi konsumen tentang Functional Quality. Menurutnya, Confidence Benefit secara kognitif kemungkinan besar mampu mengurangi resiko yang terkait dengan pembelian dan membantu konsumen dalam membentuk pelayanan seperti apa yang diharapkan. Peneliti Beatty (Martin-Consuegra et al., 2006) sendiri telah mengklasifikasikan variabel Confidence Benefit sebagai manfaat fungsional karena tujuan Confidence Benefit memperlihatkan keterkaitan dengan manfaat fungsional yang didukungoleh konsumen. Dengan demikian, Confidence Benefit memainkan peranan penting dalam mengendalikan persepsi Service Quality, khususnya Functional Quality.

 

Hipotesis #2

Hipotesa kedua menguji pengaruh variabel Special Treatment Benefit terhadap Functional Quality. Hipotesis null (Ho) dan hipotesis alternatifnya (Ha) disusun sebagai berikut:

Ho2:  Special Treatment Benefit tidak berpengaruh pada Functional Quality

Ha2:  Special Treatment Benefit berpengaruh pada Functional Quality

Berdasarkan p-value (tabel 5), variabel Special Treatment Benefit mempengaruhi variabel Functional Quality sebesar  0.255 (p-value 0.000). Maka, Ho2 tidak didukung dan Ha2 didukung.

 

Hasil penelitian berdasarkan hipotesis kedua dalam penelitian ini menyatakan bahwa variabel Special Treatment Benefit berpengaruh terhadap Functional Quality. Manfaat Special Treatment Benefit dengan memberikan keuntungan ekonomis bagi konsumen berupa pemberian diskon serta layanan yang cepat (prioritas) rupanya berdampak terhadap Functional Quality sebagai tingkat kualitas perilaku sales person dalam memberikan kesediaan dan sikap cepat tanggap membantu konsumen sehingga kepercayaan diri mereka bertambah.

 

Hal ini tidak sejalan dengan hasil hipotesis sebelumnya yang dilakukan oleh Sandy et al. (2011) bahwa Special Treatment Benefit dianggap berkorelasi negatif karena dapat menurunkan harapan konsumen terhadap kualitas yang ingin dicapai. Hal ini mungkin disebabkan oleh dua hal. Pertama, ruang lingkup pekerjaan jasa yang diteliti bersifat heterogen sehingga fokus utama yang diperhatikan adalah tingkat kualitasnya. Kedua, pemberian diskon maupun pelayanan yang khusus dan cepat bisa mengurangi tingkat kualitas pelayanan jasa secara maksimal. Sebagai contoh: seorang konsumen tidak suka membeli pizza delivery karena kualitas kerjanya menjadi berkurang.

 

Dalam penelitian ini, Special Treatment Benefit justru berkorelasi positif. Hal ini mungkin disebabkan dua hal. Pertama, ruang lingkup penelitiannya hanya satu jenis pemasaran jasa di toko buku. Kedua, penekanan pemberian Special Treatment Benefit dengan prioritas layanan yang cepat sangat menjadi faktor perhatian para konsumen.

 

 

Hipotesis #3                        

Hipotesa ketiga menguji pengaruh variabel Social Benefit terhadap Functional Quality. Hipotesis null (Ho) dan hipotesis alternatifnya (Ha) disusun sebagai berikut:

Ho3: Social Benefit tidak berpengaruh pada Functional Quality

Ha3: Social Benefit berpengaruh pada Functional Quality

Berdasarkan nilai p-value (tabel 5), dapat dilihat bahwa tidak terdapat pengaruh antara variabel Social Benefit terhadap Functional Quality karena p-value 0.392  melebihi tingkat signifikan 0.05. Maka, Ho3 didukung dan Ha3 tidak didukung.

 

Hasil penelitian berdasarkan hipotesis ketiga dalam penelitian ini menyatakan bahwa variabel Social Benefit tidak berpengaruh terhadap Functional Quality. Manfaat Social Benefit untuk mengembangkan persahabatan dan relasi dengan konsumen tidak berdampak sama sekali terhadap Functional Quality sebagai tingkat kualitas perilaku sales person untuk bersikap cepat tanggap guna membantu konsumen. 

 

Hal ini tidak sejalan dengan hasil hipotesis sebelumnya yang dilakukan oleh Sandy et al. (2011) bahwa Social Benefit dianggap berkorelasi positif karena membangun relasi persahabatan dengan konsumen menjadi hal yang dibutuhkan dalam pemasaran jasa. Relasi yang dibangun ini bertujuan untuk membina pelanggan yang setia. Lebih lanjut, kualitas perilaku sales person tersebut dapat menanamkan kepercayaan pada konsumen.

 

Hipotesis #4                        

Hipotesa keempat menguji pengaruh variabel Information Benefit terhadap Functional Quality.  Hipotesis null (Ho) dan hipotesis  alternatifnya (Ha) disusun sebagai berikut:

Ho4: Information Benefit tidak berpengaruh pada Functional Quality

Ha4: Information Benefit berpengaruh pada Functional Quality

Berdasarkan tabel 5, dapat dilihat bahwa tidak terdapat pengaruh antara variabel Information Benefit terhadap Functional Quality karena p-value 0.158 melebihi tingkat signifikan 0.05. Maka, Ho4 didukung dan Ha4 tidak didukung.

 

Hipotesis ini belum pernah diujikan sebelumnya. Hasil penelitian berdasarkan hipotesis keempat ini menyatakan bahwa variabel Information Benefit tidak berpengaruh terhadap Functional Quality. Temuan baru dari penelitian Lung Yu et al. (2009) ini rupanya tidak berdampak sama sekali terhadap Functional Quality. Aspek Functional Quality yang terkait sikap karyawan yang cepat tanggap untuk membantu konsumen dengan membagikan informasi terbaru secara jelas tidak berpengaruh dalam meningkatkan persepsi konsumen terhadap kesediaan dan sikap cepat tanggap sales person untuk membantu konsumen.

Namun, menurut hasil penelitian Lung Yu et al. (2009) sendiri, Information Benefit bisa langsung berpengaruh terhadap positive Word of Mouth tanpa adanya variabel perantara.

 

Hipotesis #5                        

Hipotesa kelima menguji pengaruh variabel Sharing Benefit terhadap Functional Quality. Hipotesis null (Ho) dan hipotesis alternatifnya (Ha) disusun sebagai berikut:

Ho5: Sharing Benefit tidak berpengaruh pada Functional Quality

Ha5: Sharing Benefit berpengaruh pada Functional Quality

Berdasarkan tabel 5, dapat dilihat terdapat pengaruh antara variabel Sharing Benefit terhadap Functional Quality sebesar 0.319 (p-value 0.000). Maka, Ho5 tidak didukung dan Ha5 didukung.

 

Hasil penelitian berdasarkan hipotesis kelima ini menyatakan bahwa variabel Sharing Benefit sebagai temuan variabel baru penelitian Lung Yu et al. (2009) dapat berpengaruh terhadap Functional Quality. Manfaat Sharing Benefit sebagai keuntungan konsumen untuk berbagi pengalaman yang dimiliki, mendapatkan pujian dari karyawan, dan berbagi ide berdampak terhadap Functional Quality sebagai tingkat kualitas keinginan dan sikap cepat tanggap sales person dalam membantu konsumen.

 

Hipotesis ini belum pernah diujikan sebelumnya. Karena variabel Sharing Benefit bersifat temuan baru, Lung Yu et al. (2009) memberikan saran bagi para peneliti berikutnya untuk menguji variabel ini. Ditemukan bahwa pengaruh terbesar dalam hipotesis ini terletak pada keinginan konsumen untuk bercerita kepada sales person ketika mengalami keraguan. Sebagian besar konsumen setuju ingin berbagi keraguan yang ada dalam pikiran mereka. Mereka mencari umpan balik positif untuk menyelesaikan masalah mereka. Beberapa dari mereka juga ingin mendapatkan pujian. Maka, penekanan pada peningkatan Sharing Benefit akan meningkatkan persepsi konsumen terhadap kualitas sikap kesediaan dan cepat tanggap sales person.

 

Hipotesis #6                        

Hipotesa keenam menguji pengaruh variabel Confidence Benefit terhadap Technical Quality. Hipotesis null (Ho) dan hipotesis alternatifnya (Ha) disusun sebagai berikut:

Ho6: Confidence Benefit tidak berpengaruh pada Technical Quality

Ha6: Confidence Benefit berpengaruh pada Technical Quality

Berdasarkan tabel 5, dapat dilihat terdapat pengaruh antara variabel Confidence Benefit terhadap Technical Quality sebesar 0.243 (p-value 0.000). Maka, Ho6 tidak didukung dan Ha6 didukung.

 

Hasil penelitian berdasarkan hipotesis keenam ini menyatakan bahwa variabel Confidence Benefit berpengaruh positif dalam meningkatkan persepsi Technical Quality. Hasil ini sejalan dengan hasil hipotesis sebelumnya yang dilakukan oleh Sandy et al. (2011) yang menyatakan bahwa Confidence Benefit mempengaruhi persepsi konsumen tentang Technical Quality. Manfaat Confidence Benefit dalam menciptakan rasa aman, menambah kepercayaan diri dan mengurangi keputusan konsumen yang salah akan meningkatkan persepsi konsumen Technical Quality sebagai tingkat kualitas sales person dalam memiliki pengetahuan intelektual yang cukup, melakukan tugas dengan cermat, dan mampu memberikan rekomendasi bagi konsumen.

 

Hipotesis # 7

Hipotesa ketujuh menguji pengaruh variabel Special Treatment Benefit terhadap Technical Quality.  Hipotesis null (Ho) dan hipotesis  alternatifnya (Ha) disusun sebagai berikut:

Ho7:  Special Treatment Benefit tidak berpengaruh pada Technical Quality

Ha7:  Special Treatment Benefit berpengaruh pada Technical Quality

Berdasarkan Tabel 5, dapat dilihat terdapat pengaruh antara variabel Special Treatment Benefit terhadap Technical Quality sebesar  0.377 (p-value 0.000). Maka, Ho7 tidak didukung dan Ha7 didukung.

 

Hasil penelitian berdasarkan hipotesis ketujuh ini menyatakan bahwa variabel Special Treatment Benefit berpengaruh positif dalam meningkatkan persepsi konsumen tentang Technical Quality. Namun, hasil ini tidak sejalan dengan hasil hipotesis sebelumnya yang dilakukan oleh Sandy et al. (2011) yang menyatakan bahwa Special Treatment Benefit mempengaruhi secara negatif persepsi konsumen tentang Technical Quality. Sandy et al. (2011) berpendapat bahwa manfaat Special Treatment Benefit dengan memberikan keuntungan ekonomis berupa layanan yang cepat (prioritas), layanan antar serta pemberian diskon berkorelasi negatif dengan persepsi Technical Quality. Peningkatan Special Treatment Benefit secara signifikan menurunkan penilaian konsumen atas tingkat kualitas sales person dalam memberikan rekomendasi pilihan yang tepat bagi konsumen.

 

Dalam penelitian ini, Special Treatment Benefit justru berkorelasi positif dengan Technical Quality. Hal ini mungkin disebabkan bahwa pemberian layanan prioritas dan promo memperkuat persepsi konsumen sendiri tentang kualitas sales person dalam memberi rekomendasi pilihan barang yang patut dibeli.

 

 

 

 

 

 

Hipotesis #8                        

Hipotesa kedelapan menguji pengaruh variabel Social Benefit terhadap Technical Quality. Hipotesis null (Ho) dan hipotesis alternatifnya (Ha) disusun sebagai berikut:

Ho8: Social Benefit tidak berpengaruh pada Technical Quality

Ha8: Social Benefit berpengaruh pada Technical Quality

Berdasarkan Tabel 5, dapat dilihat bahwa tidak terdapat pengaruh antara variabel Social Benefit terhadap Technical Quality karena p-value 0.862 melebihi tingkat signifikan 0.05. Maka Ho8 didukung dan Ha8 tidak didukung.

 

Hasil penelitian berdasarkan hipotesis kedelapan ini menyatakan bahwa variabel Social Benefit tidak berpengaruh dalam meningkatkan persepsi Technical Quality. Manfaat Social Benefit untuk mengenal dan mengembangkan relasi persahabatan dengan konsumen tidak meningkatkan persepsi Technical Quality sebagai tingkat kualitas sales person dalam memiliki pengetahuan intelektual yang cukup, melakukan tugas dengan cermat, dan mampu memberikan rekomendasi bagi konsumen.

Hasil ini tidak sejalan dengan hasil hipotesis sebelumnya yang dilakukan oleh Sandy et al. (2011) yang justru menyatakan bahwa Social Benefit mempengaruhi persepsi konsumen tentang Technical Quality. Menurut hasil penelitian Sandy et al. (2011) para sales person yang mampu mengembangkan relasi persahabatan cenderung memiliki pengetahuan yang cukup untuk menjawab berbagai pertanyaan dari konsumen serta memberikan rekomendasi.

 

Hipotesis #9                        

Hipotesa kesembilan menguji pengaruh variabel Information Benefit terhadap Technical Quality. Hipotesis null (Ho) dan hipotesis alternatifnya (Ha) disusun sebagai berikut:

Ho9: Information Benefit tidak berpengaruh pada Technical Quality

Ha9: Information Benefit berpengaruh pada Technical Quality

Berdasarkan Tabel 5, dapat dilihat bahwa tidak terdapat pengaruh antara variabel Information Benefit terhadap Technical Quality karena p-value 0.474 melebihi tingkat signifikan 0.05. Maka, Ho9 didukung dan Ha9 tidak didukung.

 

Hipotesis ini belum pernah diujikan sebelumnya. Hasil penelitian berdasarkan hipotesis kesembilan ini menyatakan bahwa variabel Information Benefit tidak signifikan berpengaruh dalam meningkatkan persepsi Technical Quality. Manfaat Information Benefit untuk membagikan informasi terbaru untuk memperkuat wawasan pengetahuan konsumen tidak signifikan meningkatkan persepsi Technical Quality sebagai tingkat kualitas sales person dalam memiliki pengetahuan intelektual yang cukup, melakukan tugas dengan cermat, dan mampu memberikan rekomendasi bagi konsumen.

 

Hipotesis #10                      

Hipotesa kesepuluh menguji pengaruh variabel Sharing Benefit terhadap Technical Quality. Hipotesis null (Ho) dan hipotesis alternatifnya (Ha) disusun sebagai berikut:

Ho10: Sharing Benefit tidak berpengaruh pada Technical Quality

Ha10: Sharing Benefit berpengaruh pada Technical Quality

Berdasarkan Tabel 5, dapat dilihat tidak terdapat pengaruh antara variabel Sharing Benefit terhadap Technical Quality karena p-value 0.594 melebihi tingkat signifikan 0.05. Maka, Ho10 didukung dan Ha10 tidak didukung.

 

Hipotesis ini belum pernah diujikan sebelumnya. Hasil penelitian berdasarkan hipotesis kesepuluh ini menyatakan bahwa variabel Sharing Benefit tidak signifikan berpengaruh dalam meningkatkan persepsi Technical Quality. Manfaat Sharing Benefit sebagai keuntungan konsumen untuk berbagi pengalaman yang dimiliki, mendapatkan pujian dari karyawan, dan berbagi ide tidak signifikan meningkatkan persepsi Technical Quality sebagai tingkat kualitas sales person dalam memiliki pengetahuan intelektual yang cukup, melakukan tugas dengan cermat, dan mampu memberikan rekomendasi bagi konsumen.

 

 

 

 

Hipotesis #11                      

Hipotesa kesebelas menguji pengaruh variabel Confidence Benefit terhadap Relationship Quality. Hipotesis null (Ho) dan hipotesis alternatifnya (Ha) disusun sebagai berikut:

Ho11: Confidence Benefit tidak berpengaruh pada Relationship Quality

Ha11: Confidence Benefit berpengaruh pada Relationship Quality

Berdasarkan Tabel 5, dapat dilihat terdapat pengaruh antara variabel Confidence Benefit terhadap Relationship Quality sebesar 0.281 (p-value 0.000). Maka, Ho11 tidak didukung dan Ha11 didukung.

 

Hasil penelitian berdasarkan hipotesis kesebelas ini menyatakan bahwa variabel Confidence Benefit berpengaruh terhadap Relationship Quality. Manfaat Confidence Benefit dalam menciptakan rasa aman, menambah kepercayaan diri dan mengurangi keputusan yang salah pada diri konsumen berdampak pada Relationship Quality sebagai tingkat kualitas perilaku sales person dalam membina relasi, kepuasan dan kepercayaan pelanggan dalam jangka panjang (Sandy et al.,2011; Hui-Heng Chen et al.,2011).

 

Hal ini sejalan dengan hasil hipotesis sebelumnya yang dilakukan oleh Sandy et al. (2011); Hui-Heng Chen et al. (2011) yang menyatakan bahwa Confidence Benefit mempengaruhi secara signifikan terhadap persepsi konsumen tentang Relationship Quality. Sandy et al. (2011) memperkuat argumennya bahwa Confidence Benefit merupakan variabel yang sangat signifikan berpengaruh pada Relationship Quality guna menciptakan positive Word of Mouth. Kedua penelitian sebelumnya menyetujui bahwa manfaat Confidence Benefit melalui pemberian rasa aman justru membuat konsumen tidak mau berpindah ke usaha jasa yang lain. Pemberian rasa aman akan memperkuat hubungan relasi bertahan dalam jangka panjang.

 

Hipotesis # 12

Hipotesa keduabelas menguji pengaruh variabel Special Treatment Benefit terhadap Relationship Quality.  Hipotesis null (Ho) dan hipotesis  alternatifnya (Ha) disusun sebagai berikut:

Ho12:  Special Treatment Benefit tidak berpengaruh pada Relationship Quality

Ha12:  Special Treatment Benefit berpengaruh pada Relationship Quality

Berdasarkan Tabel 5, dapat dilihat tidak terdapat pengaruh antara variabel Special Treatment Benefit terhadap Relationship Quality karena p-value 0.093 melebihi tingkat signifikan 0.05. Maka, Ho12 didukung dan Ha12 tidak didukung.

 

Hasil penelitian berdasarkan hipotesis keduabelas ini menyatakan bahwa variabel Special Treatment Benefit tidak signifikan berpengaruh terhadap Relationship Quality. Manfaat Special Treatment Benefit dengan memberikan keuntungan ekonomis bagi konsumen berupa pemberian diskon serta layanan yang cepat (prioritas) rupanya tidak berdampak terhadap Relationship Quality sebagai tingkat kualitas perilaku sales person dalam membina relasi, kepuasan dan kepercayaan pelanggan dalam jangka panjang (Sandy et al.,2011; Hui-Heng Chen et al.,2011).

 

Hal ini tidak sejalan dengan hasil hipotesis sebelumnya yang dilakukan oleh Sandy et al. (2011); Hui-Heng Chen et al. (2011) yang menyatakan bahwa Special Treatment Benefit berpengaruh terhadap Relationship Quality.  Hui-Heng Chen et al. (2011) sendiri menegaskan bahwa Special Treatment Benefit menempati posisi teratas terkait pengaruhnya dengan Relationship Quality. Keuntungan ekonomis bagi konsumen berupa pemberian diskon serta layanan yang cepat (prioritas) justru berdampak positif bagi penilaian konsumen terhadap tingkat kualitas perilaku sales person dalam membina relasi, kepuasan dan kepercayaan pelanggan dalam jangka panjang

 

Hipotesis #13                      

Hipotesa ketigabelas menguji pengaruh variabel Social Benefit terhadap Relationship Quality. Hipotesis null (Ho) dan hipotesis alternatifnya (Ha) disusun sebagai berikut:

Ho13: Social Benefit tidak berpengaruh pada Relationship Quality

Ha13: Social Benefit  berpengaruh pada Relationship Quality

Berdasarkan Tabel 5, dapat dilihat bahwa tidak terdapat pengaruh antara variabel Social Benefit terhadap Relationship Quality karena p-value 0.844  melebihi tingkat signifikan 0.05. Maka, Ho13 didukung dan Ha13 tidak didukung.

 

Hasil penelitian berdasarkan hipotesis ketigabelas ini menyatakan bahwa variabel Social Benefit tidak berpengaruh terhadap Relationship Quality. Manfaat Social Benefit untuk mengembangkan persahabatan dan relasi dengan konsumen tidak berdampak sama sekali terhadap Relationship Quality sebagai tingkat kualitas perilaku sales person dalam membina relasi, kepuasan dan kepercayaan pelanggan dalam jangka panjang (Sandy et al.,2011; Hui-Heng Chen et al.,2011).

  

Hal ini tidak sejalan dengan hasil hipotesis sebelumnya yang dilakukan oleh Sandy et al.(2011) dan Hui-Heng Chen et al. (2011) bahwa interaksi pribadi dan persahabatan antara sales person dengan pelanggan yang semakin erat justru meningkatkan persepsi Relationship Quality untuk kelangsungan jangka panjang. Penelitian Sandy et al.(2011);Hui-Heng Chen et al. (2011); Martin-Consuegra et al. (2006) menunjukkan bagaimana perusahaan tersebut harus melatih karyawannya untuk mengembangkan ikatan interpersonal dengan pelanggan.

 

 

 

 

Hipotesis #14                      

Hipotesa keempatbelas menguji pengaruh variabel Information Benefit terhadap Relationship Quality. Hipotesis null (Ho) dan hipotesis  alternatifnya (Ha) disusun sebagai berikut:

Ho14: Information Benefit tidak berpengaruh pada Relationship Quality

Ha14: Information Benefit berpengaruh pada Relationship Quality

Berdasarkan Tabel 5, dapat dilihat bahwa tidak terdapat pengaruh antara variabel Information Benefit terhadap Relationship Quality karena p-value 0.083 melebihi tingkat signifikan 0.05. Maka, Ho14 didukung dan Ha14 tidak didukung.

 

Hipotesis ini belum pernah diujikan sebelumnya. Hasil penelitian berdasarkan hipotesis keempat ini menyatakan bahwa variabel Information Benefit tidak berpengaruh terhadap Relationship Quality sebagai tingkat kualitas perilaku sales person dalam membina relasi, kepuasan dan kepercayaan pelanggan dalam jangka panjang (Sandy et al.,2011; Hui-Heng Chen et al.,2011). Rupanya, pemberian manfaat informasi kepada konsumen tidak meningkatkan persepsi konsumen terhadap kualitas sales person dalam menciptakan tingkat kepuasan dan kepercayaan pelanggan.

 

 

 

Hipotesis #15                      

Hipotesa kelimabelas menguji pengaruh variabel Sharing Benefit terhadap Relationship Quality.  Hipotesis null (Ho) dan hipotesis alternatifnya (Ha) disusun sebagai berikut:

Ho15: Sharing Benefit tidak berpengaruh pada Relationship Quality

Ha15: Sharing Benefit berpengaruh pada Relationship Quality

Berdasarkan Tabel 5, dapat dilihat terdapat pengaruh antara variabel Sharing Benefit terhadap Relationship Quality sebesar 0.260 (p-value 0.000).Maka, Ho15 tidak didukung dan Ha15 didukung.

 

Hasil penelitian berdasarkan hipotesis kelima ini menyatakan bahwa variabel Sharing Benefit sebagai temuan variabel baru penelitian Lung Yu et al. (2009) dapat berpengaruh terhadap Relationship Quality. Manfaat Sharing Benefit sebagai keuntungan konsumen untuk berbagi pengalaman yang dimiliki, mendapatkan pujian dari karyawan berdampak terhadap Relationship Quality sebagai tingkat kualitas perilaku sales person dalam membina relasi, kepuasan dan kepercayaan pelanggan dalam jangka panjang (Sandy et al.,2011; Hui-Heng Chen et al.,2011).

 

Hipotesis ini belum pernah diujikan sebelumnya. Karena variabel Sharing Benefit bersifat temuan baru, Lung Yu et al. (2009) kembali memberikan saran bagi para peneliti berikutnya untuk menguji variabel ini. Dalam penelitian ini, penekanan pada peningkatan Sharing Benefit akan berpengaruh positif meningkatkan persepsi konsumen terhadap kualitas perilaku sales person dalam membina relasi, kepuasan dan kepercayaan pelanggan dalam jangka panjang.

 

Hipotesis #16                      

Hipotesa keenambelas menguji pengaruh variabel Functional Quality terhadap Word of Mouth. Hipotesis null (Ho) dan hipotesis alternatifnya (Ha) disusun sebagai berikut:

Ho16: Functional Quality tidak berpengaruh pada Word of Mouth

Ha16: Functional Quality berpengaruh pada Word of Mouth

Berdasarkan Tabel 5, dapat dilihat terdapat pengaruh antara variabel Functional Quality terhadap Word of Mouth sebesar 0.382 (p-value 0.000). Maka, Ho16 tidak didukung dan Ha16 didukung.

 

Hasil penelitian berdasarkan hipotesis keenambelas ini menyatakan bahwa variabel Functional Quality cukup signifikan berpengaruh terhadap terciptanya Word of Mouth. Manfaat Functional Quality sebagai penilaian konsumen terhadap kualitas kesediaan dan sikap cepat tanggap sales person berdampak pada terjadinya Word of Mouth melalui penyebaran informasi yang positif kepada orang lain. Peningkatan pada kualitas kinerja yang cepat tanggap dan sepenuh hati akan meningkatkan efektivitas pelayanan sehingga mendorong pelanggan menyebarkan perilaku Word of Mouth positif. Hal ini sejalan dengan hasil hipotesis sebelumnya yang dilakukan oleh Sandy et al. (2011) yang menyatakan bahwa Functional Quality cukup berdampak pada terciptanya positive Word of Mouth. Menurutnya, hal ini disebabkan karena sifat pelayanan yang disampaikan Functional Quality lebih nampak sehingga para konsumen menjadi lebih mudah untuk membuat evaluasi. Semakin tinggi perhatian dan evaluasi Functional Quality, semakin besar peluang terciptanya positive Word of Mouth.   

 

Hipotesis # 17

Hipotesa ketujuhbelas menguji pengaruh variabel Technical Quality terhadap Word of Mouth. Hipotesis null (Ho) dan hipotesis alternatifnya (Ha) disusun sebagai berikut:

Ho17:  Technical Quality tidak berpengaruh pada Word of Mouth

Ha17:  Technical Quality berpengaruh pada Word of Mouth

Berdasarkan Tabel 5, dapat dilihat terdapat pengaruh antara variabel Technical Quality terhadap Word of Mouth sebesar  0.196 (p-value 0.002). Maka, Ho17 tidak didukung dan Ha17 didukung.

 

Hasil penelitian berdasarkan hipotesis ketujuhbelas ini menyatakan bahwa variabel Technical Quality berpengaruh terhadap terciptanya Word of Mouth. Manfaat Technical Quality sebagai tingkat kualitas sales person meliputi pengetahuan intelektual yang cukup, pelaksanaan tugas dengan cermat, dan mampu memberikan rekomendasi bagi konsumen berdampak pada terjadinya Word of Mouth berupa penyampaian informasi yang positif kepada orang lain. Hal ini tidak sejalan dengan hasil hipotesis sebelumnya yang dilakukan oleh Sandy et al. (2011) yang menyatakan bahwa Technical Quality tidak ada dampak sama sekali pada terciptanya positive Word of Mouth. Menurutnya, hal itu kemungkinan besar terjadi karena sifat Technical Quality yang lebih tidak berwujud dan susah untuk dievaluasi. 

 

Hipotesis #18                      

Hipotesa kedelapanbelas menguji pengaruh variabel Relationship Quality terhadap Word of Mouth. Hipotesis null (Ho) dan hipotesis alternatifnya (Ha) disusun sebagai berikut:

Ho18: Relationship Quality tidak berpengaruh pada Word of Mouth

Ha18: Relationship Quality berpengaruh pada Word of Mouth

Berdasarkan Tabel 5, dapat dilihat bahwa terdapat pengaruh antara variabel Functional Quality terhadap Word of Mouth sebesar 0.137 (p-value 0.032). Maka, Ho18 tidak didukung dan Ha18 didukung.

 

Hasil penelitian berdasarkan hipotesis kedelapanbelas ini menyatakan bahwa variabel Relationship Quality berpengaruh positif terhadap terciptanya Word of Mouth. Manfaat Relationship Quality sebagai tingkat kualitas perilaku sales person dalam membina relasi, kepuasan dan kepercayaan pelanggan dalam jangka panjang (Sandy et al.,2011; Hui-Heng Chen et al.,2011) berdampak pada terjadinya Word of Mouth. Peningkatan pada Relationship Quality akan meningkatkan relasi kepercayaan satu sama lain. Kerjasama dan kepercayaan yang terbina secara baik antar pelanggan dan sales person dapat menjadi rekomendasi Word of Mouth bagi orang lain.

 

Hal ini sejalan dengan hasil hipotesis sebelumnya yang dilakukan oleh Sandy et al. (2011); Hui-Heng Chen et al.(2011) yang menyatakan bahwa Relationship Quality berdampak pada terciptanya positive Word of Mouth. Menurut penelitian Sandy et al. (2011), Relationship Quality memberikan pengaruh yang signifikan sebagai variabel perantara untuk menghubungkan relasi variabel independen Confidence Benefit dengan variabel dependen Word of Mouth. Relationship Quality dinilai mampu membawa hubungan relasi yang biasa menuju penyedia jasa yang terpercaya karena relasi dan evaluasi terus dilakukan. Menurut penelitian Hui-Heng Chen et al.(2011), Relationship Quality memperkuat dua elemen penting yakni kepercayaan (Trust) dan tingkat kepuasan (Satisfaction) konsumen.     

 

* Tulisan diambil dari tesis saya sendiri.

Bagi yang berminat menulis tesis, anda dapat berkonsultasi dengan kami.

Best Regards,
Petrus Hepi Witono
E-mail \\ hepi@periplus.co.id
Phone \\ 081905082435
Blog \\ www.lembutambun.blogspot.com
Our Bookshop www.PERIPLUS.com

Post a Comment

0 Comments