Memulihkan Makna “Masa Orientasi Siswa Baru”

Memulihkan Makna “Masa Orientasi Siswa Baru”

Dalam suatu kesempatan, seorang mahasiswa Bina Nusantara mengatakan bahwa Orientasi Mahasiswa Baru di Universitas Bina Nusantara Banci, tidak ada senioritas!” Saya cukup terganggu dengan perkataan yang baru saja disampaikan. Saya membalas:”Sekarang bukan jamannya lagi penindasan! Masa Orientasi harusnya menyenangkan orang baru masuk ke lingkungan baru dan bukan malah menjadi beban atau tekanan.” Penindasan, senioritas berlebihan hingga berujung pada kematian yang tak dapat dipertanggungjawabkan akibat MOS merupakan gambaran yang sama dengan perendahan martabat manusia.

Saya justru senang bisa melihat Mahasiswa Senior mendampingi para junior dengan baik dalam Masa Orientasi Siswa Baru. Itu yang justru diharapkan. Entah mengapa “Masa Orentasi” merupakan kalimat yang selalu mengingatkan saya pada hadirnya kekerasan & intimidasi. Nilainya justru jauh berkebalikan dengan nilai cinta kasih serta kehangatan. Oleh sebab itu, saya tidak pernah setuju dengan senioritas semasa SMP dan SMA dulu. Kekerasan menjadi cara yang dipakai untuk menunjukkan pendampingan dan penerimaan. karena justru tidak mendidik.    

Dalam suatu kesempatan, saya pernah dipilih sebagai “Jendral” untuk memimpin sebuah masa orientasi siswa baru yang akan masuk ke asrama. Langkah pertama yang saya tekankan bersama kepanitian saat itu ialah penghapusan kekerasan dengan dalih senioritas. . 

Masa orientasi sebaiknya dilaksanakan bukan sebagai ajang penindasan kakak kelas kepada adik kelas. Hal ini jelas memunculkan lingkaran setan terus-menerus. “Kekerasan” membuat posisi anggota baru justru berada dalam ketakutan dan bukan kehangatan. 



Romo Y Alis Windu Prasetya dalam sebuah artikel di Kompas berjudul “MOS Kolese Gonzaga Ditutup Tanpa Perploncoan!” memberikan saran yang patut diadopsi. 
Pertama, masa orientasi justru harus dibentuk untuk mencapai kesadaran konsep bergaul yang baik: bagaimana sungguh merasa diterima dan didampingi. 
Kedua, masa orientasi harus dipersiapkan secara serius oleh pihak penyelenggara.
Ketiga, konsep masa orentasi sebaiknya dibuat dengan target Character Building yang berlandaskan kejujuran, kesederhanaan, dan komitmen. Dengan cara demikian, segala bentuk intimidasi dan kekerasan akan berkurang.

Petrus Hepi Witono, Dosen Character Building (D5048).
(Artikel mini Bina Nusantara University, Kemanggisan, Indonesia)

Post a Comment

0 Comments