Review Film Pihu The Movie

Review Film Pihu The Movie


Please, Don't Leave Your Wife After Fighting
(Review Pihu The Movie) 

by 
Nur Yana Yirah

Pihu the Movie adalah film yang diangkat dari sebuah kisah nyata yang terjadi di aparteman New York tahun 2017. Diceritakan seorang anak bernama Pihu berusia 2 tahun harus survive seorang diri dikarenakan ibunya sudah meninggal dunia. Pihu tidak menyadari ibunya telah meninggal dan menganggap ibunya tersebut tidur nyenyak. Ia mengajak ngobrol, menyuapi, menyelimuti bahkan tidur di atas jenazah ibunya, supaya ibunya bisa terbangun. Pihu hidup selama 3 hari dengan barang-barang elektronik disekelilingnya yang berbahaya dan mengancam keselamatan nyawanya.

Sepintas film ini ditujukan kepada semua orangtua supaya bertanggung jawab dan tidak egois sehingga meninggalkan anaknya tanpa pengawasan. Sedih, tegang, takut dan lega, semua perasaan itu campur aduk selama saya menonton film ini, lega karena Pihu selamat.

Namun dibalik pesan utama yang jelas terlihat dari film ini, ada sebuah pemaknaan lain yang bisa diambil hikmahnya. Yaitu tentang kondisi psikologis ibunya Pihu yang bernama Puja.

Di sebuah cermin Puja menulis menggunakan lipstiknya "Gaurav aku bertengkar dengan keluargaku demi menikahimu, namun apa yang kudapat. katamu kau akan pulang saat kumati.....aku pamit, tadinya aku ingin mengajak Pihu, namun aku tak kuasa.."

Ibunya Pihu diperkirakan bunuh diri, meskipun tidak ada adegan yang menunjukan hal itu.

Sebelum itu sang suami, Gaurav menelpon hanya untuk memarahi istrinya yang malas-malasan. Akibatnya ia harus mengepak semua pakaiannya ke dalam koper dan terlambat ke bandara, banyak kalimat-kalimat kasar yang terlontar seperti "hidup atau mati aku tidak peduli!"

Adegan-adegan ini menunjukan adanya pertengkaran antara Ibu dan ayahnya Pihu sebelum akhirnya Puja memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Walaupun diakhir film Gaurav meminta maaf kepada Puja, semua itu sudah terlambat dan tidak dapat mengembalikan keadaan. Satu hal yang mesti disyukuri oleh Gaurav, Pihu masih hidup dan tidak terdapat luka-luka apapun di tubuhnya.

Kenapa saya sangat tertarik menulis review tentang film ini? Karena terdapat kemiripan kisah antara Puja dan saya. Tahun 2013 setelah saya mengalami depresi pasca melahirkan Hana, saya dan suami sering bertengkar. Pada saat itu saya meninggalkan karir saya dan harus menjadi Ibu RT yang kerap kali direndahkan karena tidak berpenghasilan seperti dulu. Pertengkaran lain terjadi karena konflik antara saya dengan keluarga dan mertua. Pendek kata saya hidup dan besar dalam sebuah keluarga yang memegang teguh budaya patriarki. Saya merasa tidak berharga dan tidak berdaya.

Kala itu suami saya belum sepengertian seperti sekarang. Suami saya juga menganut budaya patriarki, karena budaya itu dianut keluarganya secara turun menurun. Suami saya dahulu sama seperti Gaurav.

Setelah melahirkan Hana, saya sedih terus menerus, terkesan seperti orang malas yang tidak bergairah hidup, tidak ada tenaga bahkan untuk mengurus diri dan menyusui Hana butuh perjuangan yang besar. Bagi keluarga saya, saya ini lemah, manja, bermental tempe, dan tidak bisa menjadi ibu yang kuat seperti layaknya ibu, ibu mertua dan nenek saya. Saya bahkan dilabeli sebagai ibu yang tidak bertanggung jawab dan bodoh.

Suami saya adalah orang yang sangat sabar, namun kesabarannya ada batasnya. Apalagi saat itu saya dan suami sama-sama tidak tahu bahwa saya mengalami depresi pasca melahirkan.

Suatu pagi saya dan suami bertengkar hebat "Kenapa kamu tidak bisa menjadi seperti ibuku?, kenapa kerjaan kamu hanya tidur-tiduran, padahal aku sudah pulang malam, banting tulang, capek-capek kerja hanya ingin dilayani di rumah", teriak suami saya.

"Kalau kamu maunya begitu, aku dan Hana akan pergi selamanya, jadi aku ga akan merepotkan kamu lagi"

Suami saya tertawa sambil mengatakan "masa bodo, kamu mau mati atau hidup, aku ga peduli"

Malamnya saya dan Hana pergi ke danau untuk mengakhiri hidup bersama-sama, namun saya bersyukur karena ada seorang pengendara motor yang melihat kami berdua. Dia mengantarkan saya ke minimarket dan menelpon suami saya. Suami saya datang dan menjemput kami pulang. Setibanya di rumah ia meminta maaf kepada saya atas perlakuannya tadi pagi, ia mengaku stress sebagai marketing dan harus mengejar target perusahaan. Ia tidak bermaksud menyakiti hati saya.

Setelah itu saya dan suami mengunjungi support group sebuah komunitas dan mengunjungi psikolog pernikahan di BSD. Saya konsultasi dengan seorang psikolog wanita dan suami saya dengan psikolog laki-laki. Melalui mereka, kami berdua tahu bahwa saya mengalami depresi. Mereka memberikan pengertian kepada suami saya bahwa saya sangat membutuhkan bantuannya untuk pulih dari depresi.

Berkali-kali konsultasi dengan psikolog, suami saya mulai berubah, ia menjadi semakin sabar, semakin teredukasi, semakin baik, lembut, hangat dan pengertian. Lambat laun budaya patriarki tersebut kikis dalam hubungan RT kami dan berganti menjadi hubungan penuh persahabatan antara suami istri. Ia lebih rajin untuk menelpon saya, mengasuh Hana dan turut serta dalam urusan domestik. Sikap perfeksionisnya berkurang dan mulai fleksibel dalam melakukan pekerjaan di kantor maupun di rumah.

Sayangnya, keberuntungan yang saya alami tidak terjadi pada Puja dan beberapa ibu yang akhirnya memutuskan bunuh diri. Saya tidak akan menyebut diri saya lebih kuat dari mereka karena saya hidup sekarang juga karena bantuan oranglain.
Saya tidak akan menghakimi Puja yang meninggalkan Pihu sendirian dalam bahaya dan kelaparan.

Saya berempati pada Puja dan Pihu

apa yang membuat Puja putus asa?

Banyak faktor yang melatarbelakangi seseorang melakukan tindakan bunuh diri, dan kita tidak dapat menyalahkan siapapun, baik Puja maupun Gaurav atau suami-suami lain yang belum teredukasi dengan baik. Satu-satunya hal yang bisa disalahkan mungkin adalah depresinya itu sendiri.

Akan ada pertanyaan, ah gw juga cerai, gw juga ditinggal selingkuh, tapi gw ga pernah tuh bunuh diri ninggalin anak-anak gw, lebay banget sih"

"ah kurang iman aja itu"

dan bla bla dan bla bla..

Hal ini membuat saya kembali membuka booklet MHI tulisan dokter Gina Anindyajati, psikiater, Do and Do not. Salah satu point yang sangat dilarang untuk dilakukan pada ibu adalah MELAKUKAN KEKERASAN VERBAL MAUPUN FISIK.

"dasar malas, dasar istri ga berguna, mati saja kau aku tidak peduli", itu semua merupakan kekerasan verbal yang dilakukan Gaurav, seketika membuat hati Puja hancur berkeping-keping.

Entah ada faktor resiko apalagi yang melatarbelakangi Puja bunuh diri, tapi pertengkaran ibarat sebuah bensin yang dituangkan ke atas api. Meledak, seakan-akan tidak dapat dibendung lagi, seakan-akan dalam pandangan mata Puja semuanya berakhir, gelap dan suaminya tidak menyayanginya bahkan selingkuh dengan wanita bernama Meera (ternyata tidak benar, dan Gaurav meminta maaf pada Puja atas kesalah pahaman ini). Gaurav pulang dan sudah menemukan Puja tidak bernyawa sedangkan Pihu berada di bawah kasur ibunya sedang bermain rumah-rumahan.
Film ini ditutup dengan teriakan Gaurav yang penuh sesal sambil terus-menerus meminta maaf kepada istrinya.

Do not leave your wife after fighting
jangan meninggalkan istri anda setelah bertengkar hebat
segera telepon dia kemudian meminta maaf

Hingga kini kapanpun saya dan suami bertengkar
Suami saya menelpon melalui kantor atau mengirim pesan wa 
dia meminta maaf
begitu juga saya sebagai istri pasti banyak memiliki kesalahan dan kekurangan

Seringnya pertengkaran suami istri terjadi karena masalah perekonomian, pekerjaan suami yang penuh tekanan, atau istri yang kelelahan mengurus anak atau rumah, atau campur tangan keluarga, bukan karena keduanya saling membenci satu sama lain. Semua pertengkaran yang terlihat sepele di mata oranglain bisa diterima "berbeda" oleh ibu yang depresi, atau bahkan sang ayah juga depresi. Keduanya depresi.

Terima kasih Pihu The Movie, film ini telah mengajarkan saya lagi untuk senantiasa menjaga hubungan RT demi anak-anak yang telah dilahirkan.

Walaupun terlihat tegar di luar
Hati wanita begitu rapuh
Ia mampu menahan sakitnya hamil dan melahirkan
Tapi tidak kuat jika suami yang dia sayang menyakiti dirinya

Bagaimana bisa kau meninggalkan istrimu yang terluka bersama seorang anak?

Apakah kado termahal yang bisa diberikan seorang ayah kepada anak-anaknya?, jawabannya adalah pulanglah dan cintai ibunya dengan sepenuh hati. Sebuah kado yang tidak akan Pihu dapatkan dihari ulang tahunnya yang kedua.

Apakah kado termahal dari seorang ibu yang bisa diberikan kepada anaknya?. Jawabannya adalah DIRIMU, Bu.  Kebahagiaan seorang ibu adalah segala-galanya bagi anakmu bu.  Anakmu hanya butuh engkau,  bukan ibu yang lain. Ibu tidak akan tergantikan. Bunuh diri bukan solusi. 

note : Jangan ragu menghubungi psikolog atau psikiater untuk memperbaiki hubungan RT yang retak, atau ketika melihat istri menunjukan keinginan untuk mengakhiri hidup.

(Recomended film by NN👍)

Post a Comment

0 Comments