Literasi Keuangan Perlu diajarkan

Literasi Keuangan Perlu diajarkan


Beberapa rekan mahasiswa dan rekan kantor bertanya: “Mengapa tahun ini saya begitu gencar untuk menggalakkan Edukasi keuangan kepada generasi muda?” Tentunya tidak lepas dari pengalaman hidup yang saya lewati.

Pertama, sekitar bulan Desember 2018, adik saya terkena kasus di sekolah SMA karena uang sekolah selama dua bulan tidak dibayarkan sehingga terancam tidak dapat mengikuti ujian umum. Tabungan sekolahnya pun habis karena sering diambil. Kami pun marah besar saat itu di sekolah. Saya sempat berfikir saat itu apakah pendidikan karakter gaya hidup menabung perlu diajarkan di sekolah-sekolah oleh para dosen Character Building yah? Tempat dimana adik saya bersekolah menerapkan aturan bahwa setiap siswa wajib memiliki tabungan di sekolah, tetapi “sorry to say” pendidikan karakter menabung tidak diajarkan yang sebenarnya bisa menjadi nilai tambah sekolah dalam mencerdaskan bangsa serta menerapkan keadilan sosial secara nyata.

Kedua, mendiang ayah mengajarkan kami menabung sejak kecil dan mewajibkan kami membuat buku catatan keuangan pribadi. Idealisme keluarga ditanamkan mendiang ayah agar belajar menghemat uang. Namun pada akhirnya, idealisme yang dibangun justru hancur ketika ayah menjadi konsumtif dan memiliki hutang kepada orang lain. 

Ketiga, saya sedikit syok terhadap satu mahasiswa senior saya di binus tertarik masuk ke dunia Bitcoin atau Cryptocurrency. Dan celakanya, tanpa ada dasar alasan dan strategi yang kuat untuk bermain hal itu. 

Keempat, saya dipertemukan dengan sebuah komunitas Gerakan Indonesia Cerdas Finansial sejak 2017 yang telah banyak membantu saya menata tujuan hidup dan masa depan, khususnya membangun gaya hidup menabung. Kita akan ulas itu pada bagian tips gaya hidup menabung. Maka, setiap kali saya mengajar, ada sebuah kerinduan untuk berbagi ilmu yang saya dapat untuk generasi muda.