Gejolak Kurs Dollar sentuh Rp 15.000,-

Gejolak Kurs Dollar sentuh Rp 15.000,-

 

Ini ada tulisan kawan saya, Mas Bram, yang  menjelaskan fenomena penguatan dollar akhir-2 ini dan apa yg sebaiknya kita lakukan... #ShareWhatsapp

Gejolak dan Mengawal Rupiah
Bramantyo Djohanputro

Kisah singkat turunnya Rupiah tahun 2018 kira-kira begini. Singkatnya, ekonomi Amerika membaik dan menguat. Dengan menerapkan proteksionisme, memasang tariff tinggi untuk impor, maka bangkitlah industry di AS, termasuk manufaktur. Tentu ada korban, beberapa perusahaan manufaktur AS yang bergantung pada bahan baku luar negeri, apalagi dari China dan beberapa Negara yang terkena hambatan tariff tinggi, menghadapi masalah bahkan cenderung bangkrut. Tetapi secara umum ekonomi AS membaik, dengan pertumbuhan ekonomi secara riil yang cukup tinggi untuk Negara maju, dan inflasi masih terjaga dengan baik. Pengangguran juga menurun.

Negara-negara yang melawan AS, seperti Turki dan Argentina, yang kemudia dilawan dengan perang dagang, tentu keok. Maka ekonomi kedua Negara tersebut berantakan, mata uang terjun bebas, dan dampaknya ke mana-mana, mulai dari inflasi yang membubung tinggi, suku bunga terpaksa dikerek naik, dan sebagainya.
Kembali ke kisah AS. Dengan membaiknya ekonomi dan berkurangnya pengangguran, yang artinya orang-orang AS menjadi semakin berduit, maka permintaan produk meningkat. Biasa. Orang punya duit ingin belanja. Akibatnya, permintaan secara nasional meningkat. Tekanan seperti ini mendorong inflasi, demand-pulled inflation.

Untuk menjaga supaya inflasi tidak naik, instrument yang biasa digunakan adalah menaikkan suku bunga. Logikanya, bila suku bunga US dollar tinggi, orang lebih tertarik menabung atau mendepositokan uang daripada belanja. Mereka berharap, setelah deposito cair nantinya, uang mereka bertambah, dan bisa belanja dalam jumlah yang lebih besar. Logika investasi biasa. Harapannya, tekanan permintaan barang turun, tekanan inflasi mengendor, dan inflasi bisa ditahan.
Di sinilah dampak menjalar ke Indonesia. Dengan naiknya suku bunga AS. Masyarakat di dunia lebih suka investasi di USD daripada mata uang dunia lain, termasuk Rupiah. Maka orang ramai-ramai membeli USD dan menjual Rupiah (IDR), untuk kasus Indonesia.
Akibatnya, hukum penawaran-permintaan mata uang, Rupiah melemah terhadap USD. Ini bisa berlangsung selama suku bunga USD tinggi.
Seperti yang kita rasakan sekarang adalah akibat dari situasi di atas, bukan karena kinerja ekonomi Indonesia yang tidak baik.

Paling tidak ada dua pendekatan untuk menahan supaya IDR tidak terus melemah, yang bisa diadopsi saat ini. Pendekatan pertama, suku bunga IDR dinaikkan. Harapannya, orang tidak lagi menjual IDR dan membeli USD. Dengan ini, tekanan terhadap IDR di pasar valas turun.
Pilihan di atas sepertinya kurang menarik karena bila suku bunga IDR naik, cost of fund atau bunga pinjaman meningkat. Ini tidak menarik dari sisi dunia usaha karena memberatkan sector ekonomi. Maka ini kurang menjadi pertimbangan.

Pilihan kedua adalah mengurangi impor. Persoalan struktur ekonomi Indonesia adalah, ketergantungan Indonesia terhadap kandungan impor sangat tinggi. Hampir semua produk yang kita nikmati, dari makanan sampai barang tahan lama seperti mobil, memiliki kandungan barang impor. Yang tidak mengandung kandungan impor barangkali hanya produksi melalui mengandung saja …
Itu berbeda dengan kondisi Negara lain yang ketergantungan bahan impro nyaris tidak ada atau rendah, seperti China, semakin lemah mata uang justru semakin menguntungkan. Ekspor naik karena barang diekspor dengan harga diskon dalam USD, nilai penjualan dalam mata uang domestic meningkat, sehingga keuntungan naik. Untuk Indonesia, dengan ketergantungan impor yang tinggi, melemahnya Rupiah meningkatkan tekanan IDR untuk semakin melemah.
Dengan demikian, istrumen kedua yang digunakan adalah mengurangi tekanan IDR dengan mengurangi transaksi impor. Ini juga berdampak kurang menyenangkan terhadap industry Indonesia karena dengan mengurangi impor, apalagi impor bahan baku, industry juga terganggu.

Dalam kedua pilihan yang sulit tersebut, muncullah alternative memperbaiki pelemahan IDR, seperti yang sekarang sudah mulai beredar di media social.
Kurangi belanja produk impor, termasuk HP, computer, kamera, dan lain-lain yang impor atau kandungan impirnya tinggi. INi mengurangi tekanan terhadap IDR melalui neraca perdagangan.
Gunakan produk domestic untuk tetap memutar roda produksi domestic sehingga bisa mengurangi ketergantungan bahan impor, dan peningkatan pengangguran bisa diredam. Produk domesitk termasuk barang dan jasa, di dalamnya juga adalah wisata.
Tidak latah membeli USD, karena mempengaruhi supply-demand mata uang di pasar valas sehingga semakin menekan IDR.

Esensi dari ide-ide yang beredar tersebut adalah: kurangi tekanan terhadap IDR dengan mengurangi belanja impor, perbanyak belanja produk dalam negeri untuk tetap memutar roda ekonomi, kurangi jual beli valas.
Dan yang lebih baik lagi, mulailah mengembangkan pasokan dalam negeri, mulai dari komponen dan kandungan dasar, untuk mengurangi bahkan melepaskan diri dari ketergantungan impor.

Salam